04852238
IQPlus, (18/2) - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan, investasi yang masuk untuk sektor padat karya dapat turut menggenjot perekonomian Indonesia.
Hal ini menyusul masih adanya tantangan besar yang menghambat, yaitu aliran investasi yang lebih banyak masuk ke sektor padat modal dibandingkan sektor padat karya.
"Konsekuensinya, lapangan kerja yang tercipta semakin sedikit, sementara jumlah angkatan kerja terus bertambah," kata Shinta, dikutip dari keterangan resmi APINDO CEO Gathering di Jakarta, Selasa.
"Hal ini menciptakan ketimpangan yang semakin lebar antara ketersediaan lapangan kerja dan kebutuhan tenaga kerja, tenaga kerja terpaksa beralih ke sektor jasa dengan produktivitas lebih rendah, bahkan masuk ke sektor informal yang rentan," imbuhnya.
Selain itu, Shinta juga menyoroti penurunan kontribusi manufaktur terhadap PDB Indonesia belakangan ini, yaitu adanya fenomena deindustrialisasi dini, yaitu saat di mana sektor manufaktur kehilangan daya dorong sebelum benar-benar mengangkat ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi.
Dibandingkan negara ASEAN lainnya, pada 2023, kontribusi manufaktur di Indonesia (19 persen) sudah lebih rendah dibandingkan Thailand (25 persen), Malaysia (23 persen), dan Vietnam (24 persen).
Gejala deindustrialisasi ini juga tercermin dari pelemahan daya saing produk padat karya Indonesia. Misalnya, produk TPT (tekstil dan produk tekstil) yang mengalami tren penurunan ekspor selama 10 tahun terakhir.
Shinta mengakui, struktur industri saat ini mengalami tantangan yang disebut sebagai missing middle, suatu kondisi di mana industri kecil mendominasi populasi usaha, sementara industri menengah dan besar masih sangat terbatas. (end/ant)