22556234
IQPlus, (13/8) - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) berharap pemerintah segera turun tangan dengan mengambil kebijakan tegas untuk melindungi industri keramik dalam negeri, mengingat Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur pada Juli 2024 turun ke fase kontraksi yakni di angka 49,3 poin.
Ketua Umum Asaki Edy Suyanto dalam keterangannya di Jakarta, Selasa mengatakan penurunan di sektor keramik itu, karena praktik perdagangan tak sehat (unfair trade) dari produsen keramik luar sehingga perlu adanya hambatan perdagangan (trade remedies) berupa Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang memiliki besaran sesuai.
"Harus diwaspadai bahwa hal tersebut terjadi karena oversupply dan over capacity industri keramik China dan terlebih kehilangan pasar utama ekspornya seperti Amerika Serikat, Meksiko, Uni Eropa dan Timur Tengah pasca negara-negara tersebut menerapkan BMAD yang tinggi di kisaran 100-400 persen terhadap produk dari China. Keberhasilan dan keberanian dari negara-negara tersebut harus kita tiru," katanya.
Ia mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada rapat kabinet paripurna perdana di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Senin (12/8) turut menyoroti kondisi PMI manufaktur yang mengalami pelemahan.
Dalam kesempatan tersebut Presiden memerintahkan para menteri untuk mengantisipasi dan mencari penyebab PMI Indonesia bisa turun ke fase kontraksi.
Di kesempatan itu juga Presiden Jokowi menilai adanya serangan produk impor yang masuk ke pasar Indonesia sehingga mengakibatkan pelemahan PMI.
Oleh karena itu Edy mengatakan, pihaknya mengharapkan atensi dan campur tangan langsung Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan permasalahan sektor keramik dalam negeri.
Dikatakan Edy, tidak ada industri atau negara maju di pasar internasional yang tahan dan kuat berhadapan dengan persaingan tidak sehat, seperti unfair trade dan penjualan produk di bawah harga pasar (predatory pricing). (end/ant)