14557378
IQPlus, (26/5) - Meningkatnya tekanan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dan kebutuhan untuk memitigasi dampak negatif perubahan iklim terhadap sektor pertanian, telah mendorong konsep ekonomi sirkular yang tidak hanya 'ambil-buat-buang' namun juga mendorong upaya regenerasi sistem secara alami.
Dalam siaran pers BI (26/5) disebutkan Pada isu lingkungan global, ekonomi sirkular hadir sebagai solusi fundamental yang mendukung komitmen dunia untuk mencapai target iklim dan Sustainable Development Goals. Konsep ini diusung Bank Indonesia dalam gelaran Asia-Pacific Rural and Agricultural Credit Association (APRACA) . Regional Policy Forum dan the 78th Executive Committee Meeting di Bali (26/5) yang mengusung tema .The Strategic Role of Agricultural Finance in Advancing the Circular Economy".
Dalam sambutannya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti menyebutkan .Terdapat tiga langkah strategis yang dapat diambil oleh pelaku sektor keuangan dalam mendukung pengembangan ekonomi sirkular, yaitu:
(i) memperluas akses pembiayaan melalui pengembangan solusi inovatif yang mampu mengatasi hambatan terkait agunan;
(ii) menciptakan dan mengembangkan produk-produk keuangan yang selaras dengan prinsip dan praktik ekonomi sirkular; serta
(iii) memperkuat kapasitas lembaga keuangan, khususnya di wilayah perdesaan, guna meningkatkan pemahaman dalam melakukan penilaian terhadap model bisnis berbasis ekonomi sirkular, ramah iklim, dan bersifat nontradisional.
Dengan dukungan perangkat serta pemahaman yang lebih komprehensif, lembaga keuangan diharapkan dapat mampu melihat potensi nilai jangka panjang serta tingkat risiko yang lebih rendah dari model bisnis sirkular tersebut".
Deputi Destry menambahkan, saat ini, Bank Indonesia telah berperan aktif dalam mendukung pengembangan ekonomi sirkular melalui berbagai kebijakan strategis, antara lain: (i) mendorong sektor hijau melalui kebijakan makroprudensial yang mendukung pembiayaan berkelanjutan; (ii) memperkenalkan inklusi keuangan digital bagi petani, termasuk melalui penerapan sistem pembayaran berbasis kode QR nasional (QRIS) yang bebas biaya untuk usaha mikro dan kecil; serta (iii) mengembangkan model pembiayaan berbasis klaster dengan menjalin kemitraan bersama lembaga-lembaga strategis. Salah satu contoh adalah Desa Penglipuran di Bali, yang menjadi model integratif antara pariwisata dan pertanian sirkular, didukung oleh ekosistem pembayaran digital yang inklusif.
Sejalan dengan hal itu, Chairman Agricultural Development Bank of China (ADBC) yang saat ini menjabat Chairman APRACA, Mr. Qian Wenhui menyampaikan tiga makna strategis dari ekonomi sirkular di sektor pertanian. Pertama, ekonomi sirkular dapat mengatasi keterbatasan sumber daya alam melalui penerapan model sistem tertutup yang mengubah limbah menjadi sumber daya yang bernilai tambah, selain mengurangi tekanan terhadap lingkungan dan dampak ekologi. Kedua, pendekatan ini mendukung ketahanan pangan melalui penerapan praktik pertanian berkelanjutan, seperti substitusi pestisida kimia dengan alternatif ramah lingkungan serta penerapan sistem tumpangsari. Ketiga, ekonomi sirkular berkontribusi terhadap pencapaian target iklim, baik dalam konteks emisi karbon maupun netralitas karbon, antara lain melalui pemanfaatan kembali limbah pertanian, penggunaan biogas, pengurangan emisi gas rumah kaca, serta perlindungan terhadap keanekaragaman hayati.
APRACA merupakan forum internasional beranggotakan total 95 lembaga dari 24 negara di Asia Pasifik yang terdiri dari regulator maupun Lembaga Keuangan. APRACA dibentuk dengan tujuan untuk mendorong kerja sama dan memfasilitasi pertukaran informasi dan keahlian di bidang rural and agriculture financing. Hadir pula dalam forum ini Deputi Gubernur Bank Sentral dari Bangladesh Bank, National Bank of Cambodia, dan Nepal Rastra Bank. (end)