08152929
IQPlus, (22/3) - Platform pinjaman online Akulaku di Asia Tenggara, yang didukung oleh Alibaba Tiongkok, mendapatkan pembiayaan utang sebesar US$100 juta dari HSBC yang berbasis di London, kata CEO Akulaku, dengan tujuan untuk membuat perusahaan lebih menguntungkan.
William Li mengatakan kepada Reuters dalam wawancara pada Jumat (22/3) bahwa hasil pembiayaan tersebut akan digunakan untuk melunasi sebagian utang Akulaku.
"Keuangan seluruh kelompok nampaknya lebih sehat dibandingkan sebelumnya, jadi kami tidak (kebutuhan) mendesak untuk menggalang dana. Kami ingin melihat seluruh grup mendapat untung dan kemudian kami mempertimbangkan apakah menggalang dana atau tidak," katanya.
Pada tahun 2022, Mitsubishi UFJ Financial Group dari Jepang dan Siam Commercial Bank dari Thailand masing-masing berinvestasi sebesar US$200 juta dan US$100 juta di Akulaku.
Akulaku, yang mulai beroperasi pada tahun 2016, hadir di Filipina, Malaysia, dan Thailand, ditambah Indonesia, yang merupakan pasar utama bagi perusahaan tersebut karena memiliki populasi melek teknologi yang sangat besar.
Perusahaan tersebut menyalurkan pinjaman sekitar US$3,5 miliar tahun lalu, 25 persen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, dan melihat .pertumbuhan ringan. sekitar 20 persen dalam pendapatan tahun lalu menjadi sekitar US$500 juta, kata CEO.
Tahun ini, mereka menargetkan peningkatan pendapatan sebesar 16 hingga 25 persen, dengan alasan persaingan yang semakin ketat di sektor pinjaman online, namun mereka berharap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 sebesar sekitar 5 persen akan mendukung target tersebut.
Li juga mengatakan perusahaan berencana meningkatkan kehadiran fisiknya di Indonesia, yang menyumbang 90 persen dari total pendapatannya. Perusahaan ini akan mempekerjakan lebih banyak bankir senior lokal untuk mendukung operasinya di negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara.
Akulaku menghadapi larangan sementara di Indonesia tahun lalu atas layanan "beli sekarang, bayar nanti" dimana regulator jasa keuangan negara tersebut mengatakan bahwa mereka gagal memenuhi "tindakan wajib".
Larangan tersebut dicabut bulan lalu menyusul tindakan perbaikan yang dilakukan Akulaku. (end/Reuters)