18334624
IQPlus, (2/7) - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira merekomendasikan pemerintah menerapkan relaksasi tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang saat ini 11 persen dan 12 persen di 2025, menjadi 7-8 persen guna lebih memacu kontribusi sektor manufaktur terhadap devisa negara.
"Perlu dukungan dari pemerintah untuk jaga demand side lewat relaksasi tarif PPN," katanya di Jakarta, Selasa.
Menurut dia rekomendasi itu diberikan mengingat laporan S&P Global Market Intelligence yang menyatakan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Juni mengalami pelemahan 1,4 poin menjadi 50,7 dibandingkan bulan sebelumnya.
Dirinya menjelaskan penerapan relaksasi tarif PPN itu bersifat sementara (temporary), khususnya diterapkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025.
Lebih lanjut, Bhima menyampaikan penyebab penurunan PMI manufaktur tersebut terkait dengan naiknya biaya bahan baku karena pelemahan nilai tukar rupiah, selanjutnya masih tingginya rasio suku bunga, serta adanya tekanan inflasi bahan makanan, sehingga membuat permintaan terhadap produk industri mengalami penurunan.
Selain merekomendasikan untuk melakukan relaksasi tarif PPN, ia juga ingin pemerintah melakukan pengendalian inflasi pangan, ekspansi pasar ekspor alternatif, memberikan diskon tarif listrik 40-50 persen di jam beban puncak, serta melakukan kembali pengetatan impor.
"Impor barang jadi perlu dibatasi dengan tarif dan kebijakan non-tarif," kata dia. (end/ant)