24129045
IQPlus, (29/8) - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono memandang perlunya kebijakan dari pemerintah agar harga minyak sawit bisa lebih kompetitif di pasar ekspor.
Sebagai negara tujuan utama ekspor, dia mencontohkan China yang mengurangi impor minyak sawit dari Indonesia mengingat harganya lebih mahal dibandingkan minyak nabati lainnya.
"Minyak sawit ini harganya lebih mahal dibandingkan minyak bunga matahari, sehingga mereka (China) melakukan pembelian banyak, sehingga ada pengurangan impor (minyak sawit) mereka," kata Eddy di Belitung Timur, Babel, Rabu, menanggapi tren penurunan ekspor minyak sawit.
Eddy mengatakan kebijakan dari pemerintah yang diperlukan bagi industri misalnya dengan memainkan instrumen fiskal.
Misalnya, jelas dia, harga minyak sawit dapat diturunkan sementara pada saat harga minyak sawit tidak kompetitif. Setelah kompetitif kembali, harga minyak sawit dapat dinaikkan kembali.
Meskipun pangsa pasar global untuk minyak sawit mendominasi di antara minyak nabati lainnya, Eddy mengingatkan bahwa pangsa pasar minyak sawit hanya 33 persen. Dengan kata lain, masih ada pangsa pasar sebesar 67 persen untuk minyak nabati lainnya termasuk minyak bunga matahari.
Sementara agar bisa mempengaruhi harga internasional minyak sawit, imbuh dia, dibutuhkan peningkatan pangsa pasar lebih dari 50 persen di antara minyak nabati lainnya.
"Apabila pangsa pasar minyak sawit itu bisa lebih dari 50 persen, baru kita bisa mengendalikan harga. Mengendalikan ya, maksudnya bahwa kita bisa memainkan harganya (bukan menetapkan harga)," kata dia. (end/ant)