GUBERNUR BI : TAK PERLU KENAIKAN SUKU BUNGA LEBIH LANJUT

  • Info Pasar & Berita
  • 24 Jun 2024

17549640

IQPlus, (24/6) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada hari Senin mengatakan dia melihat tidak perlunya kenaikan suku bunga lebih lanjut saat ini, bahkan setelah rupiah jatuh ke level terlemahnya sejak tahun 2020 terhadap dolar pada minggu lalu, sebagian karena meningkatnya ketidakpastian di pasar global.

Warjiyo mengatakan pada pertemuan dengan komite keuangan parlemen bahwa rupiah juga berada di bawah tekanan karena permintaan dolar AS dalam negeri untuk repatriasi dividen kepada pemegang saham luar negeri, dan persepsi pasar terhadap risiko fiskal di tengah pergantian presiden Indonesia pada akhir tahun ini.

"Saat ini BI (benchmark) rate tidak perlu dinaikkan," katanya, seraya menambahkan bahwa intervensi valuta asing dan penggunaan sertifikat dalam mata uang rupiah yang disebut SRBI sudah cukup karena inflasi akan tetap rendah hingga akhir tahun.

"Hal ini juga agar tidak berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi," tambah Warjiyo.

Gubernur mengatakan kepada anggota parlemen bahwa konflik geopolitik dan cuaca yang mengganggu rantai pasokan, kebijakan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama di AS serta rencana utang Washington, terus meningkatkan ketidakpastian global.

Bank Indonesia (BI) pekan lalu mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah dan mengatakan akan menyempurnakan instrumen lain untuk menstabilkan rupiah, yang dikatakan akan kembali ke tren penguatan setelah ketidakpastian global mereda.

Warjiyo mengatakan BI pekan lalu menjual SRBI dalam jumlah besar untuk menarik aliran masuk portofolio, yang bertujuan untuk menggunakannya sebagai pelengkap intervensi mata uangnya dalam menstabilkan rupiah.

Bank sentral akan terus berupaya berdasarkan mandatnya untuk menjaga kestabilan rupiah dengan segala cara yang tersedia bagi pembuat kebijakan moneter, termasuk, jika perlu, dengan menaikkan suku bunga, kata Warjiyo.

Pada bulan April, BI menaikkan suku bunga secara mengejutkan sebagai respons terhadap jatuhnya nilai tukar rupiah akibat perubahan ekspektasi terhadap dimulainya dan besarnya pelonggaran moneter di Amerika Serikat. (end/Reuters)



Kembali ke Blog