12827347
IQPlus, (9/5) - Harga minyak naik sekitar 3 persen pada hari Kamis (8 Mei), didorong oleh harapan akan adanya terobosan dalam perundingan perdagangan yang akan datang antara AS dan Tiongkok, dua konsumen minyak terbesar di dunia.
Minyak mentah Brent berjangka ditutup naik US$1,72, atau 2,8 persen, pada US$62,84 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate AS naik US$1,84, atau 3,2 persen, menjadi US$59,91.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent akan bertemu dengan pejabat ekonomi tertinggi Tiongkok pada 10 Mei di Swiss untuk negosiasi mengenai perang dagang yang mengganggu ekonomi global. Optimisme seputar perundingan tersebut memberikan dukungan kepada pasar, kata analis SEB Ole Hvalbye.
Kedua negara tersebut merupakan dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia dan dampak dari sengketa perdagangan mereka kemungkinan akan menurunkan pertumbuhan konsumsi minyak mentah.
Para analis memperingatkan bahwa volatilitas yang disebabkan tarif baru-baru ini di pasar minyak belum berakhir.
"Premi risiko global yang mendorong harga minyak naik turun selama beberapa tahun terakhir telah digantikan oleh premi tarif yang juga akan berfluktuasi sebagai respons terhadap berita utama terbaru dari pemerintahan Trump," kata Jim Ritterbusch, dari konsultan energi AS Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.
Dalam perkembangan perdagangan lainnya, Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengumumkan "kesepakatan terobosan" pada perdagangan yang tetap memberlakukan tarif 10 persen pada barang yang diimpor dari Inggris sementara Inggris setuju untuk menurunkan tarifnya menjadi 1,8 persen dari 5,1 persen dan memberikan akses yang lebih besar ke barang-barang AS.
Di sisi pasokan, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya di OPEC+ akan meningkatkan produksi minyaknya, yang akan menekan harga.
Produksi minyak OPEC turun tipis pada bulan April meskipun kenaikan produksi yang dijadwalkan mulai berlaku, menurut survei Reuters, yang dipimpin oleh pemotongan pasokan Venezuela pada upaya baru AS untuk mengekang aliran dan penurunan yang lebih kecil di Irak dan Libya. (end/Reuters)