11359850
IQPlus, (24/4) - Ketidakpastian tersebut terutama dipicu oleh dinamika terkait kebijakan tarif Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan eskalasi perang dagang. Memasuki awal triwulan II-2025, downside risk global terpantau masih tinggi, sehingga perlu terus dicermati dan diantisipasi ke depan. KSSK yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyelenggarakan rapat berkala KSSK II tahun 2025 pada Kamis, 17 April 2025.
Dalam siaran per OJK (24/4) disebutkan Pemburukan dampak perang tarif semakin dirasakan dengan langkah Tiongkok melakukan retaliasi, meskipun lebih banyak negara merespons melalui jalur diplomatik/negosiasi.
Pemburukan dampak perang tarif semakin dirasakan dengan langkah Tiongkok melakukan retaliasi, meskipun lebih banyak negara merespons melalui jalur diplomatik/negosiasi.
Langkah retaliasi semakin merenggangkan hubungan dagang kedua negara. Akibatnya, kedua negara tersebut sudah meningkatkan tarif hingga di atas 100%. Kebijakan ini menambah risiko kenaikan inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi AS. Perkembangan selanjutnya, AS menunda tarif resiprokal selama 90 hari bagi negara-negara non-retaliasi, namun tetap menerapkan tarif dasar universal sebesar 10%. Di sisi lain, pada triwulan I-2025, ekonomi Tiongkok masih tumbuh dengan baik, bahkan lebih baik dari prakiraan. Ke depan, ekonomi negara tersebut diprakirakan akan terdampak ketegangan perdagangan yang terjadi.
Berdasarkan perkembangan tersebut, Indonesia akan senantiasa waspada dalam menghadapi dinamika global ini. Pemerintah aktif melakukan mitigasi awal melalui negosiasi dengan AS, terutama melanjutkan deregulasi hambatan non-tarif melalui kolaborasi dengan seluruh K/L. Selain itu, dengan permintaan domestik yang relatif terjaga didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter yang selaras, Indonesia diprakirakan dapat mengendalikan dampak negatif ketidakpastian global, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan memelihara momentum pertumbuhan ekonomi. Ke depan, ekonomi Indonesia berpeluang untuk terus tumbuh secara berkesinambungan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2025 diprakirakan tetap positif di tengah ketidapastian global. Konsumsi rumah tangga tetap baik didukung belanja Pemerintah terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), belanja sosial, dan berbagai insentif lainnya, serta peningkatan musiman permintaan selama perayaan Idulfitri 1446 H. Selain itu, keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai wilayah dan meningkatnya aktivitas konstruksi properti swasta diprakirakan meningkatkan kinerja investasi. Investasi swasta masih baik didukung keyakinan produsen yang tecermin pada aktivitas manufaktur Indonesia yang ekspansif. Investasi, khususnya nonbangunan, tetap menopang pertumbuhan ekonomi sebagaimana tecermin dari meningkatnya impor barang modal, terutama alat-alat berat.
Sementara itu, kinerja ekspor diprakirakan juga tetap baik, didukung oleh ekspor non-migas yang meningkat pada Maret 2025, terutama komoditas CPO, besi dan baja, serta mesin dan peralatan elektrik. Pemerintah juga aktif menjajaki potensi perluasan ekspor produk unggulan ke pasar ASEAN+3, BRICS, dan Eropa di tengah kebijakan tarif impor AS. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diprakirakan akan mencapai sekitar 5%.
Nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung kebijakan stabilisasi BI di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.
Nilai tukar Rupiah pada 27 Maret 2025 tercatat Rp16.560 per dolar AS atau menguat 0,12% point-to-point (ptp) dibandingkan dengan level akhir Februari 2025. Namun demikian, tekanan kuat terhadap nilai tukar Rupiah terjadi di pasar off-shore (Non-Deliverable Forward/NDF) pada saat libur panjang pasar domestik dalam rangka Idulfitri 1446 H, akibat kebijakan tarif resiprokal AS. BI pada 7 April 2025 melakukan intervensi di pasar off-shore NDF secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York guna stabilisasi nilai tukar Rupiah dari tingginya tekanan global.
Respons kebijakan ini memberikan hasil positif, tecermin dari perkembangan Rupiah yang terkendali dan menguat menjadi Rp16.855 per dolar AS pada 22 April 2025, dibandingkan dengan level Rp16.865 per dolar AS pada hari pertama pembukaan pasar domestik pascalibur tanggal 8 April 2025. Pergerakan Rupiah masih sejalan dengan perkembangan mata uang regional dan berada dalam kisaran yang sesuai dengan fundamental ekonomi domestik dalam menjaga stabilitas perekonomian. Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil didukung komitmen BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik. (end)