18145326
IQPlus, (1/7) - Anggota Komisi VI DPR RI Ahmad Labib mendorong semua pemangku kepentingan untuk meningkatkan sinergi lintas lembaga dalam melindungi hak pemberi pinjaman pada industri fintech lending (pinjaman daring) saat terjadi risiko gagal bayar.
Ia menegaskan bahwa upaya pelindungan konsumen tidak boleh hanya menjadi jargon, tapi harus dapat menutup ruang bagi layanan keuangan yang merugikan pengguna atau melanggar hukum.
.Teknologi digital seharusnya memperkuat posisi masyarakat, bukan menjadi alat untuk menyamarkan risiko,. ucap Ahmad Labib di Jakarta, Selasa.
Ia menekankan perlunya penindakan pidana oleh kepolisian, sistem pengaduan yang sederhana dan transparan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah, serta peran aktif Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dalam membentuk posko aduan fintech lending yang responsif dan berpihak pada konsumen.
Tidak hanya terkait kepatuhan hukum penyedia layanan pinjaman daring, ia juga menyoroti penyebaran informasi yang kurang akurat terkait produk keuangan tersebut, terutama oleh para influencer keuangan di media sosial.
Ahmad menuturkan salah satu informasi yang seringkali tidak dijelaskan secara rinci oleh para influencer tersebut adalah tidak sepenuhnya risiko gagal bayar ditanggung oleh pihak asuransi penyedia fitur asuransi kredit di fintech lending.
.Padahal kenyataannya sebagian risiko tetap ditanggung lender (pemberi pinjaman) atau investor,. ujarnya.
Ia pun mengkritik para influencer yang memperkenalkan platform layanan jasa keuangan tanpa pemahaman memadai terhadap risiko produk keuangan, padahal diperlukan tanggung jawab etis dalam penyampaian informasi terkait produk tersebut.
Komisi VI DPR RI, yang membidangi isu perdagangan, kawasan perdagangan, pengawasan persaingan usaha dan BUMN, berkomitmen untuk mengawal penguatan regulasi dan menindaklanjuti laporan masyarakat melalui rapat kerja dengan lembaga terkait, demi mencegah kerugian gagal bayar fintech lending yang lebih besar di masa depan. (end/ant)