50132758
IQPlus, (8/9) - Sertfikasi halal telah menjadi standar yang diakui dunia sekaligus prasyarat yang dibutuhkan masyarakat muslim untuk adanya jaminan halal.
Oleh karena itu, negara mengambil alih peran penting dalam hal pemberlakuan kewajiban sertifikat halal bagi produk yang beredar, diproduksi, dan diperjualbelikan di wilayah Indonesia.
"Kewajiban bersertifikasi halal telah tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal," kata Direktur Politeknik APP Jakarta, Amrin Rapi dalam siaran Pers di Jakarta, Kamis (8/9).
Amrin menjelaskan, penahapan kewajiban bersertifikasi halal yang pertama diberlakukan sejak 17 Oktober 2019 sampai 17 Oktober 2024 meliputi produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan.
"Sedangkan kewajiban bersertifikasi halal kedua diberlakukan sejak 17 Oktober 2021 sampai dengan 17 Oktober 2026 meliputi produk obat-obatan, kosmetik dan barang gunaan," ujarnya.
Menurut Global Islamic Economy Report, 2019-2020 total belanja dari 1,8 miliar muslim sedunia untuk makanan, farmasi dan gaya hidup halal tumbuh rerata 5,2% per tahun, dengan tingkat pertumbuhan kumulatif tahunan (CAGR) sbesar 6,2%.
"Peluang Indonesia untuk menjadi ngara dengan penghasil produk halal terbesar dunia semakin terbuka. Kita dapat meningkatkan penjualan produk halal, baik pada pasar domestik maupun internasional demi mewujudkan Indonesia sebagai produsen halal terbesar di dunia," papar Amrin.
Menurut data demografi persebaran pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) yang diolah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), lebih dari 13,2 juta UMK di seluruh wilayah Indonesia yang diestimasi wajib bersertifikat halal. Dari angka tersebut, jumlah pendaftar sejak tahun 2019 hingga Februari 2022 terhitung telah berjumlah 40.223 dengan jumlah sertifikat yang dikeluarkan berjumlah 18.649 buah.
"Angka tersebut dirasakan cukup rendah, mengingat penahapan wajib halal untuk produk makanan dan minuman akan mulai dikenakan sanksi pada 18 Oktober 2024. Kondisi ini dipengaruhi oleh tingkat kesadaran pelaku usaha akan pentingnya sertifikat halal masih rendah," imbuh Amrin. (end)