Value Investing vs Growth Investing, Pilih Mana?

  • Artikel Edukasi
  • 29 Apr 2024

Dalam berinvestasi tentunya harus memiliki strategi yang tepat dan sesuai dengan profil risiko seseorang agar potensi imbal hasil yang diharapkan dapat lebih optimal. Siapa nih Sobat Genvest yang masih bingung memilih strategi investasinya? Yuk simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Value investing adalah sebuah approach dalam investasi dimana seorang investor akan mencari saham perusahaan yang memiliki fundamental yang baik namun diperdagangkan di bawah nilai intrinsiknya atau sering disebut undervalued. Nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari suatu saham. Harga saham yang tercatat di Bursa tentunya tidak sama dengan nilai intrinsik. Jika harga saham naik atau turun dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran di pasar sedangkan nilai intrinsik harus dicari dengan memperhitungkan berbagai faktor fundamental dari perusahan. Prinsip dasar value investing adalah membeli sebuah produk bagus pada saat harganya sedang diskon atau murah. Namun, sekali lagi agar tidak salah kaprah dengan definisi “murah”, arti dari “murah” disini tidak hanya soal harganya saja tetapi soal nilai valuasi saham tersebut. Ada beberapa tokoh terkenal yang menerapkan strategi value investing seperti Warren Buffet, Benjamin Graham, Charlie Munger dan Seth Klarman. Dalam penerapan strategi value investing, terdapat beberapa indikator yang bisa digunakan oleh investor untuk mengetahui apakah suatu saham dapat dikatakan undervalued atau malah overvalued.

Indikator value investing, diantaranya:

  • Price to Earning Ratio (PER), membandingkan antara harga saham saat ini dengan EPS (earning per share). EPS diperoleh dari membagi laba perusahaan dengan jumlah saham beredar.  Sebuah saham dapat disimpulkan undervalued jika memiliki PER yang lebih rendah dibandingkan dengan PER saham lain di industri sejenis. Beberapa literatur juga mengatakan jika PER suatu perusahaan < 10x maka tergolong murah.
  • Price to Book Ratio (PBV), membandingkan harga saham saat ini dengan nilai buku perusahaan, dimana nilai buku diperoleh dari membagi total ekuitas perusahaan dengan jumlah saham beredar. Umumnya, jika PBV < 1 berarti saham tersebut undervalued dan sebaliknya. 

Growth Investing adalah sebuah approach dalam investasi dimana seorang investor akan fokus mencari perusahaan yang memiliki pertumbuhan potensial dimana pendapatan juga laba dapat tumbuh tinggi di masa yang akan datang. Pembelian saham dengan strategi growth investing tidak selalu terpaku dengan mahal atau murahnya harga saham, karena memang fokus utamanya adalah pertumbuhan perusahaan dan investor akan tetap membeli meski dari sisi valuasinya sudah cenderung mahal. Seorang growth investor umumnya akan memperhatikan pertumbuhan profitabilitas perusahaan dengan tolak ukur setidaknya 5 sampai 10 tahun terakhir. Salah satu tokoh terkenal yang juga menerapkan strategi growth investing adalah Peter Lynch.

Indikator Growth Investing, diantaranya:

  • Earning Per Share (EPS) atau laba per saham, perusahaan yang memiliki pertumbuhan bagus identik dengan EPS yang kuat dan konsisten mengalami kenaikan setiap tahunnya.
  • Return on Equity  (ROE), perusahan yang memiliki prospek positif dapat dicermati dari nilai ROE yang mampu bertumbuh atau setidaknya stabil. Ada juga
  • Profit Margin, apabila perusahaan mampu menghasilkan profit margin yang besar dan konsisten setiap tahunnya, maka saham perusahaan tersebut layak untuk dibeli.

Gimana? Sobat Genvest tidak perlu bingung lagi ya soal Value Investing dan Growth Investing. Untuk Sobat Genvest yang masih penasaran tentang dunia pasar modal, Sobat Genvest juga dapat mengikuti kelas edukasi #PastiPahamInvestasi bersama tim CGS International Sekuritas Indonesia loh! Jangan lupa cek jadwalnya melalui Instagram resmi CGS International CGS International Indonesia yaitu @cgsi_id!

Kembali ke Blog