1140B414
IQPlus, (4/10) - PT Kimia Farma Tbk sebagai anggota dari Holding BUMN Farmasi di Indonesia bertekad untuk terus mendukung program kemandirian farmasi dan alat kesehatan dari pemerintah, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Kimia Farma melakukan dukungan melalui pengembangan dan produksi Bahan Baku Obat (BBO) dalam negeri bersama PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP) selaku anak usaha.
Sejauh ini, emiten farmasi dengan kode saham KAEF itu telah berhasil memproduksi 12 item BBO. Dan ditargetkan hingga tahun 2024 nanti bakal bisa memproduksi 28 BBO. Karena kebijakan ini bisa menurunkan angka impor hingga 20%.
"Kimia Farma merencanakan akan mengembangkan dan memproduksi 28 BBO sampai tahun 2024 nanti, sehingga berpotensi menurunkan impor hingga mencapai 17-20%," kata Direktur Utama Kimia Farma, David Utama, saat acara Media Gathering Kimia Farma yang digelar di wilayah pabrik PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (3/10/2022).
Adapun untuk nilai ekspor yang dapat diturunkan sendiri mencapai Rp3.718,29 miliar atau sekitar Rp3,71 triliun di 2024 nanti. Sementara sejak tahun 2020 lalu, KAEF sudah berkontribusi menurunkan angka impor bahan baku obat sebanyak masing-masing Rp901,36 miliar (2020), Rp1,02 triliun (2021), Rp 2,05 triliun (2022), dan Rp2,75 triliun (2023).
"Kami memiliki peran penting. Karena di Indonesia ini pemerintah yang strategis memikirkan kelangsungan bahan baku obat. Dan kita sebagai BUMN sudah mewujudkan dengan adanya PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia ini. Sebab BBO ini menjadi tantangan industri farmasi selama ini bahan baku obat itu 95% dari impor. Padahal 90% obat sendiri diproduksi di dalam negeri," jelas David.
Pengembangan Bahan Baku Obat dilakukan sesuai dengan program pemerintah dan prioritas kebutuhan nasional, dimana sampai tahun 2022 telah berhasil memproduksi 12 item BBO yang telah memiliki sertifikat GMP dari Badan POM RI, sehingga siap untuk digunakan oleh seluruh Industri Farmasi dalam negeri yaitu:
. 3 BBO anti kolesterol yaitu Simvastatin, Atorvastatin dan Rosuvastatin
. 1 BBO anti platelet untuk obat jantung yaitu Clopidogrel
. 2 BBO anti virus Entecavir dan Remdesivir
. 4 BBO Anti Retroviral (ARV) untuk HIV AIDS yaitu Tenofovir, Lamivudin, Zidovudin dan Efavirenz
. 1 BBO untuk diare yaitu Attapulgite
. 1 BBO untuk antiseptic dan desinfectan yaitu Iodium Povidon
PT Kimia Farma Tbk sendiri menggandeng Sung Wun Pharmacopia Co, Ltd., dari Korea Selatan untuk membangun serta meningkatkan kapabiltas riset pengembangan dan teknologi BBO yang mumpuni, sehingga dapat menghasilkan BBO yang memenuhi standar kualitas nasional dan internasional.
"Pembangunan fasilitas produksi BBO berlokasi di Cikarang, Jawa Barat yang telah selesai dilakukan pada tahun 2018 lalu terus melakukan inovasi untuk mewujudkan ketahanan kesehatan nasional melalui produksi BBO," katanya.
"Dan 12 BBO itu pihak PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia sudah memilki sertifikat Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI," sambung dia.
Lebih jauh dia menegaskan, adapun BBO tersebut telah memperoleh sertifikat Halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendukung implementasi UU 33/2014 tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal.
"Seluruh upaya Kimia Farma ini juga merupakan wujud dukungan Kimia Farma dengan program pemerintah sesuai dengan arahan pemerintah pada Peraturan Menteri Perindustrian No 16 Tahun 2020 yang menjelaskan mengenai nilai bobot untuk komponen BBO sebesar 50%," katanya.
Dengan adanya peningkatan kualitas fasilitas produksi, serta inovasi dari Kimia Farma sebagai anggota Holding BUMN Farmasi, diharapkan Kimia Farma dapat ikut berperan dalam menurunkan jumlah impor bahan baku obat atau Active Pharmaceutical Ingredients (API) di Indonesia, serta dapat terus mengoptimalisasi penggunaan BBO Dalam Negeri. (end)