49092023
IQPlus, (7/9) - Koalisi Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitranya yang sering disebut OPEC+ sedang menuju ke wilayah asing. Pasalnya, setelah menghabiskan dua tahun secara bertahap mengembalikan produksi minyak yang menganggur ke dunia usai pandemi, Arab Saudi dan mitranya menghadapi pasar yang berbeda.
Narasi yang mendominasi beberapa bulan terakhir yakni tekanan dari konsumen utama seperti AS untuk menjinakkan inflasi dengan meningkatkan pasokan bergeser ke arah kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi global.
Perputaran baru-baru ini, termasuk penurunan lebih dari 20 persen dalam minyak mentah Brent sejak awal Juni, telah mendorong Riyadh untuk mengatakan bahwa pengurangan produksi mungkin diperlukan.
Dihadapkan dengan begitu banyak ketidakpastian, OPEC+ secara luas diperkirakan menjaga produksi tetap stabil ketika mereka bertemu. Meski begitu, Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman sering mengejutkan pengamat, dan delegasi OPEC+ secara pribadi mengatakan semua opsi tetap ada di atas meja.
"OPEC+ memiliki kebutuhan yang lebih besar untuk mempertimbangkan berbagai skenario pada pertemuan ini," kata Kepala Strategi Energi Global JPMorgan Chase & Co Christyan Malek, dilansir dari The Business Times, Rabu, 7 September 2022.
"Tetapi ini juga merupakan pasar minyak yang semakin ketat, dengan ketidakpastian pasokan dari Libya ke Irak," tambahnya.
Banyak yang telah berubah sejak OPEC+ bertemu sebulan lalu, ketika harus mempertimbangkan desakan dari Presiden Joe Biden untuk membuka keran produksi minyak lebih luas. Sedangkan harga minyak mengakhiri penurunan terpanjang sejak 2020, membahayakan rejeki nomplok yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dinikmati Arab Saudi dan mitra mereka.
Tiongkok, importir minyak terbesar, telah menunjukkan tanda-tanda perlambatan ekonomi yang mengkhawatirkan. Sementara AS telah mendekati resesi. Sedangkan ada dimulainya kembali pembicaraan nuklir yang dapat menghidupkan kembali aliran minyak mentah dari anggota OPEC Iran.
Fluktuasi harga yang dihasilkan mendorong Pangeran Abdulaziz dari Arab Saudi untuk mengumumkan bulan lalu bahwa minyak mentah berjangka telah terlepas dari kenyataan penawaran dan permintaan, dan bahwa pembatasan produksi baru dapat menjadi alat terbaik untuk memulihkan keseimbangan. Pesan ini secara bulat didukung oleh sesama anggota OPEC+.
"OPEC+ memiliki komitmen, fleksibilitas, dan sarana untuk menangani tantangan seperti itu," pungkas Abdulaziz. (end/ba)