BANK NEGARA INDONESIA

  • Riset
  • 25 Jul 2025

Mengantisipasi Pertumbuhan Kredit yang Lebih Baik pada Paruh Kedua Tahun 2025

Highlights

  • BBNI melaporkan laba bersih sebesar Rp4,7 triliun untuk 2Q25, -12.4% QOQ dan -12.2% YOY, sehingga laba bersih 1H25 tercatat sebesar Rp10 triliun (-5.6% YOY). Capaian ini berada di bawah ekspektasi, yakni sebesar 44% dari estimasi kami dan 46% dari konsensus Bloomberg untuk setahun penuh, terutama disebabkan oleh NIM yang lebih rendah dari perkiraan, yang turun 20bp secara qoq menjadi 3.7% di 2Q25 karena likuiditas dana pihak ketiga masih menantang. Dana pihak ketiga bank meningkat di 2Q25 seiring fokus perseroan pada likuiditas menjelang potensi peningkatan penyaluran kredit di 2H25. Credit cost naik 10bp QOQ menjadi 1% di 2Q25.

  • Dalam paparan 2Q25, BBNI merevisi turun panduan NIM-nya dari 4%–4.2% menjadi minimal 3.8% untuk FY25F (1H25: 3.8%), namun tetap mempertahankan target loan growth 8%–10% dan target credit cost sekitar 1%. Revisi panduan NIM ini disebabkan oleh meningkatnya cost of funds yang mencapai 2.8% per 1H25 (naik 6bp QOQ dan 9bp YOY). Meski begitu, bank tetap berhati-hati namun optimistis terhadap prospek likuiditas di 2H25F, dengan catatan pelonggaran kebijakan moneter berlanjut (pengurangan SRBI dengan imbal hasil yang lebih rendah), percepatan belanja fiskal pemerintah, dan persaingan kredit menjadi lebih rasional. Dari sisi pendanaan, cost of funds untuk rekening giro turun 5bp secara QOQ, namun bank tetap berhasil meningkatkan saldo rekening giro sebesar 19.3% QOQ di 2Q25. Kami memandang ini positif karena menunjukkan inisiatif bank dalam mendorong peningkatan rekening transaksi melalui platform digital BBNI untuk nasabah bisnis dan institusi, yaitu BNI Direct. Sementara itu, cost of funds dari tabungan naik 6bp QOQ di 2Q25 seiring upaya bank menarik nasabah baru pasca peluncuran aplikasi mobile banking baru BBNI, Wondr, pada tahun lalu.

  • Loan growth sedikit di bawah target pada 1H25, namun bank optimistis terhadap prospek loan growth di 2H25F. BBNI menyatakan memiliki pipeline yang kuat untuk kredit wholesale (sektor pertanian, manufaktur makanan & minuman, telekomunikasi, dan transportasi). Bank juga berencana fokus pada kredit UMKM (non-KUR) setelah melakukan clean up kualitas aset selama dua tahun terakhir. BBNI menyebut kualitas kredit wholesale tetap tangguh, meskipun mereka sedang memantau sektor value chain nikel di segemen komoditas. Sementara itu, BBNI melihat adanya tekanan pada portofolio kredit konsumer (19% dari total kredit), di mana NPL untuk KPR naik menjadi 3% pada 2Q25. Meskipun ada tren tersebut pada kredit konsumer, BBNI tetap yakin dapat mencapai target biaya kredit secara keseluruhan sekitar 1%. 

  • Kami memangkas estimasi EPS FY25-26F masing-masing sebesar 7% seiring asumsi NIM yang lebih rendah. Kami tetap mempertahankan rekomendasi Add dengan target harga berbasis GGM yang lebih rendah, yakni Rp5,500, karena kami menurunkan asumsi risk-free rate menjadi 6.7% (dari sebelumnya 7%). Re-rating catalysts: adanya tanda-tanda perbaikan pada cost of funds atau NIM dalam rilis data bulanan mendatang, serta kinerja NIM dan pertumbuhan kredit yang lebih baik dari ekspektasi. Downside risks: memburuknya kualitas kredit dan tekanan berkelanjutan pada margin.

Kembali ke Blog