Laba bersih BFI Finance (BFIN) di 3Q23 sebesar Rp328 miliar (-3.2% qoq), dan laba bersih di 9M23 mencapai Rp1,1 triliun (-10.2% yoy, 62% dari proyeksi kami dan konsensus Bloomberg FY23F), seiring lemahnya pembiayaan baru dan lebih tingginya biaya kredit (CoC).
Pembiayaan baru di 3Q23 sedikit meningkat 4.3% qoq menjadi Rp4.1 triliun tetapi belum pulih ke level rata-rata di 4Q22-1Q23 sebesar Rp6 triliun/kuartal, dikarenakan adanya kebijakan pengetatan internal. BFIN menekankan bahwa akan berfokus pada collection sebelum menumbuhkan kembali pembiayaannya.
Tren biaya kredit (CoC) meningkat paska serangan siber terhadap sistem IT pada Mei-23 (CoC 3Q23: 5.4%, 9M23: 4.5%). Namun, BFIN memperkirakan CoC dapat menurun di 4Q23F, sehingga CoC FY23F menjadi 3.5%. Selain itu, guidance awal untuk CoC FY24F sebesar 2.5%, lebih tinggi dari FY22 sebelum adanya serangan siber, karena diperlukan waktu untuk kembali merebut pangsa pasar di tengah kompetisi yang semakin ketat.
Piutang yang dikelola (managed receivable) di 3Q23 turun 2% qoq menjadi Rp21,9triliun, komposisi pembiayaan non-dealer (NDF) di 3Q23 turun menjadi 65% (vs. 68% di 2Q23), sehingga rencana awal untuk menggandakan pembiayaan pada 2025 akan tertunda, karena BFIN secara konservatif menargetkan untuk mencapai pembiayaan baru sebesar ~Rp2 triliun/bulan di 2H24F.
Meskipun pertumbuhan pinjaman BFIN yang lemah dan kualitas kredit yang memburuk (dampak dari pembobolan IT di Mei-23), ditambah kondisi makro yang menantang untuk segmen menengah ke bawah, tetapi kami menyambut positif upaya BFIN untuk memperketat parameter risiko, yang dapat menghasilkan pemulihan yang lebih cepat setelah kondisi makro membaik. Kami memangkas EPS kami sebesar 17%/24% untuk FY23F/24F. Kami mempertahankan rekomendasi Add, dengan target harga (TP) yang lebih rendah dari Rp1,670 menjadi Rp1,400 (1.9x FY24F P/BV).