Indonesia Oil & Gas - Overall

  • Riset
  • 10 Okt 2023
Bob Setiadi
Genie Purnamasari
Wisnu Trihatmojo

Highlights

  • Pada hari Senin harga minyak mentah ditutup naik lebih dari 4% seiring terjadinya konflik antara Israel dan Hamas, namun kemudian bergerak flat di hari Selasa.  Meskipun Israel dan Palestina bukanlah pemain minyak utama, risiko dapat timbul dari dampak spillover ke negara penghasil minyak terdekat seperti Iran. Iran menyumbang sekitar 3% dari total produksi minyak mentah global (3,1 juta bbl/hari di Sep 2023), dimana produksi tersebut merupakan level tertinggi dalam 5 tahun. Menurut kami, konflik antara Israel dan Hamas berpotensi menyebabkan sanksi AS yang lebih ketat terhadap ekspor minyak Iran, sementara Iran dapat mengancam untuk menutup Selat Hormuz. The Wall Street Journal melaporkan pada tanggal 8 Oktober bahwa Iran memiliki peran penting dalam serangan tersebut, namun hal ini dibantah oleh para pejabat Iran.
  • Pada krisis minyak tahun 1973, pasokan minyak mentah global dibatasi ketika Mesir dan Suriah menyerang perbatasan selatan dan utara Israel saat peringatan hari paling suci dalam tahun Yahudi, yang juga dikenal sebagai perang Yom Kippur pada Oktober 1973. Embargo terhadap AS kemudian diberlakukan oleh negara negara Arab anggota OPEC sebagai respons atas dukungan AS terhadap Israel dalam perang tersebut. Hal ini menyebabkan gejolak di pasar minyak dimana harga mengalami kenaikan sangat tajam seiring lonjakan permintaan ketika kapasitas produksi cadangan global sudah digunakan sepenuhnya. Kami menilai konflik yang terjadi saat ini tidak akan mengulangi krisis minyak pada tahun 1973 mengingat permintaan minyak yang lesu belakangan ini, namun terdapat risiko kenaikan harga minyak sekitar US$5 10/bbl akibat konflik yang sedang berlangsung. Kami mengasumsikan permintaan/pasokan minyak mentah global saat ini berada pada level 101.5/102.1 Mbpd untuk tahun 2023F.
  • Harga minyak yang lebih tinggi menimbulkan risiko kenaikan inflasi Indonesia di tahun 2024F, seperti laporan kami sebelumnya. Perkiraan kami menunjukkan bahwa setiap perubahan 10% pada harga minyak akan berdampak pada biaya energi dan transportasi, mendorong kenaikan inflasi sebesar 0.86%. Namun, kami mencatat bahwa sebagian besar biaya tersebut disubsidi/dikelola oleh pemerintah, sehingga kemungkinan besar tidak akan disesuaikan, terutama karena Indonesia memasuki masa pemilu pada Feb 2024. Kami mengasumsikan harga minyak mentah sebesar US$85/85/80 per bbl untuk tahun 2023F/24F/25F. Sensitivitas terhadap angka angka kami untuk setiap pergerakan harga minyak sebesar US$5/bbl adalah 9%/4% terhadap EPS 2024F MEDC/PGAS dan 6%/3% terhadap implied valuation MEDC/PGAS karena korelasi yang tinggi antara harga saham dengan harga minyak (MEDC/PGAS: 53%/77% selama periode 2020 2022).
  • Kami mempertahankan rating Overweight terhadap sektor ini, seiring momentum positif dari kenaikan harga minyak baru-baru ini dan valuasi sektor yang menarik. Saat ini sektor minyak dan gas diperdagangkan pada 4.5x 12M forward EV/EBITDA (0.6 s.d. di bawah rata-rata 5 tahunnya). Saham pilihan kami di sektor ini adalah MEDC karena potensi keuntungan dari negosiasi harga Blok Koridor dengan pemerintah dan sensitivitasnya terhadap harga minyak. Risiko: memburuknya situasi ekonomi global dan permintaan minyak di China yang lebih rendah dari perkiraan.
Kembali ke Blog