XLSMART TELECOM SEJAHTERA

  • Riset
  • 04 Jun 2025

Highlights

 

  • Kami meyakini jika merger antara XL Axiata dan SmartFren akan memperkecil kesenjangan pangsa pasar pendapatan seluler EXCL (2024: 20%; 2025F: 28%) dengan operator telekomunikasi lainnya, serta menciptakan skala baik dari sisi spektrum maupun kualitas layanan. Kami menilai hal ini dapat mengimbangi fakta bahwa SmartFren mencatatkan rugi usaha sebelum bunga dan pajak (LBIT) sebesar Rp309 miliar dan rugi bersih sebesar Rp1.3 triliun pada tahun 2024. Setelah merger pada 2025F, kami meperkirakan total pelanggan seluler EXCL akan mencapai 90 juta (pangsa pasar 26%) dengan ARPU seluler sebesar Rp38 ribu (2024: EXCL - Rp43 ribu, FREN: sekitar Rp25 ribu). Sementara itu, setelah pengembalian spektrum 900Mhz kepada regulator pada akhir 2025, EXCL akan memiliki total spektrum sebesar 137 MHz (3 di pita frekuensi tinggi; 115 MHz dan 1 pada pita frekuensi rendah; 22 MHz), setara dengan kepemilikan spektrum Indosat (135 MHz), namun masih di bawah Telkomsel (165 MHz). 

  • Kami memasukkan dampak dari merger antara XL Axiata dan SmartFren (yang telah selesai pada April 2025, yang akan tercermin dalam laporan keuangan EXCL mulai 2Q25 dan seterusnya) ke dalam proyeksi kami. Kami memperkirakan biaya integrasi sebesar Rp500 miliar di FY25F (misalnya penurunan nilai aset jaringan lama, program pemutusan hubungan kerja), yang mengakibatkan rugi bersih sebesar Rp208 miliar pada 2025. Namun, kami memperkirakan EXCL akan membukukan laba bersih sebesar Rp1.9 triliun pada 2026 dan Rp3.1 triliun pada FY27F, dengan asumsi persaingan industri seluler tetap sehat dan opex sekitar Rp23.5 triliun – 24 triliun pada 2026–2027. Dalam paparan kinerja 1Q25, EXCL menyatakan bahwa mereka menargetkan sinergi sekitar US$100 juta di level laba sebelum pajak pada tahun pertama merger (di luar biaya integrasi) dan ingin mencapai sinergi pra-pajak sebesar US$300 juta – 400 juta dalam 3–5 tahun ke depan. Kami juga secara konservatif mengasumsikan penyusutan sebesar Rp16.6 triliun – 17.4 triliun per tahun pada 2025–2027. Kami mencatat bahwa saat proses merger ISAT pada 2022, ISAT mencatatkan beban penyusutan yang jauh lebih rendah karena penyesuaian standar akuntansi (yang memengaruhi konsolidasi aset tetap dan pembentukan goodwill). 

  • Setelah memasukkan kinerja keuangan SmartFren, kami menaikkan proyeksi EBITDA FY25–26F sebesar 24–27% (EBITDA SmartFren 2024: Rp4.6 triliun), namun menurunkan proyeksi laba bersih inti FY25–26F sebesar 45–94% karena mempertimbangkan kerugian yang dibukukan oleh SmartFren. Meski demikian, kami menaikkan target harga berbasis DCF dari Rp2,350 menjadi Rp2,550 (WACC: 10.9%; risk free rate: 6.9%; beta: 1.1x; TG: 1.5%) karena kami memperkirakan EXCL akan menghasilkan free cash flow yang lebih tinggi dalam jangka panjang pasca-merger. Kami merevisi rekomendasi untuk saham EXCL dari Hold menjadi Add karena kami menilai harga saham saat ini belum mencerminkan potensi sinergi biaya pasca-merger. Downside risks: integrasi jaringan yang lebih lambat dari perkiraan, serta penurunan pelanggan seluler yang lebih besar dari ekspektasi setelah simplifikasi kartu perdana. Re-rating catalysts: kenaikan harga paket seluler yang berkelanjutan dan beban penyusutan pasca-merger yang lebih rendah dari perkiraan.

Kembali ke Blog